PRAKTIKUM
PENDUGAAN PRODUKTIVITAS SEKUNDER MELALUI ENUMERASI DAN BIOMASSA BENTHOS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia yang memiliki jumlah penduduk mencapai lebih dari 200
juta jiwa,menyebabkan kebutuhan air bersih menjadi semakin mendesak (Walhi,
2005). Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum dapat
dibagi 2 yaitu perairan lentik (lentic water), atau disebut juga sebagai
perairan tenang misalnya danau, rawa, waduk, situ, telaga dan sebagainya dan
perairan lotik (lotic water), disebut juga sebagai perairan yang berarus deras,
misalnya sungai, kali, kanal, parit dan sebagainya.
Odum (1994) menjelaskan bahwa komponen biotik dapat memberikan
gambaran mengenai kondisi fisik, kimia dan biologi suatu perairan. Salah satu biota
yang dapat digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan kondisi suatu
perairan adalah mikrozoobentos. Menurut Purnomo (1989) berubahnya kualitas
suatu perairan sangat mempengaruhi kehidupan biota yang hidup di dasar perairan
tersebut, diantaranya adalah makrozoobentos.
Makrozoobentos baik digunakan sebagai bioindikator di suatu
perairan karene habitat hidupnya yang relatif tetap. Perubahan kualitas air dan
substrat hidupnya sangat mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman
makrozoobentos. Kelimpahan dan keanekaragaman ini sangat bergantung pada
toleransi dan sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan. Kisaran toleransi
makrozoobentos terhadap lingkungan berbeda-beda (Wilhm, 1975 dalam Marsaulina,
1994)
1.2 Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui jenis dari organisme bentos serta produktivitas dari suatu perairan.
1.3 Manfaat Praktikum
Dengan melakukan praktikum ini, praktikan dapat mengetahui jenis organisme
bentos yang terdapat pada sample yang diteliti dan dapat mengetahui produktivitas
dari suatu perairan dengan melihat keragaman dan kelimpahan organisme bentos.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Benthos
Benthos adalah organisme yang
hidup di dasar laut atau sungai baik yang menempel pada pasir maupun lumpur.
Benthos terbagi menjadi dua macam berdasarkan tempat hidupnya yaitu, benthos
yang hidup di atas permukaan substrat (Epifauna) dan benthos yang berada dalam sedimen
atau substrat (infauna). Beberapa contoh bentos antara lain kerang, bulu babi,
bintang laut, cambuk laut, terumbu karang dan lain-lain. Hewan benthos hidup
relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk kualitas lingkungan,
karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke habitatnya. Kelompok hewan tersebut
dapat lebih mencerminkan adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu
ke waktu. karena hewan bentos terus menerus terbawa oleh air yang kualitasnya
berubah-ubah.
Benthos memegang peranan penting dalam perairan seperti dalam proses
dekomposisi dan mineralisasi material organik yang memasuki perairan, serta
menduduki beberapa tingkatan trofik dalam rantai makanan. Keberadaan hewan
bentos pada suatu perairan, sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan,
baik biotik maupun abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh diantaranya adalah
produsen, yang merupakan salah satu sumber makanan bagi hewan bentos. Adapun
faktor abiotik adalah fisik-kimiawi air diantaranya : suhu, arus, oksigen
terlarut (DO), kandungan nitrogen (N), kedalaman air dan substrat dasar (Allard
and Moreau, 1987; APHA, 1992 dalam Marewo, 2009). Penyebaran bentos sangat
ditentukan oleh kondisi lingkungannya, pada lingkungan air yang mengalir akan
berbeda komposisi dan jenisnya dengan perairan yang tenang/diam (Fefiani,
2008).
Tubuh bentos banyak mengandung mineral kapur. Batu-batu karang yang biasa
kita lihat di pantai merupakan sisa-sisa rumah atau kerangka bentos. Jika
timbunannya sangat banyak rumah-rumah binatang karang ini akan membentuk Gosong
Karang, yaitu dataran di pantai yang terdiri dari batu karang.
2.2 Jenis Benthos
Berdasarkan cara hidupnya, bentos dibedakan atas 2 kelompok yaitu infauna
dan epifauna (Barnes & Man, 1994). Infauna adalah kelompok makrozoobentos
yang hidup terbenam di dalam lumpur (berada di dalam substrat), sedangkan
epifauna adalah kelompok makrozoobenthos yang hidup menempel di permukaan dasar
perairan (Hutchinson, 1993)
Pennak (1989), menyatakan bahwa epifauna lebih sensitive dari pada
infauna. Lailli & Parsons (1993), menyatakan bahwa kelompok infauna sering
mendominasi komunitas substrat yang lunak dan melimpah di daerah subtidal,
sedangkan kelompok hewan epifauna dapat ditemukan pada semua jenis substrat
tetapi lebih berkembang pada substrat yang keras dan melimpah di daerah
intertidal. Hewan bentos dapat dikelompokan berdasarkan ukuran tubuh yang bisa
melewati lubang saring yang dipakai untuk memisahkan hewan dari sedimennya.
Berdasarkan kategori tersebut bentos dibagi atas:
1. Makrobentos
Kelompok hewan yang lebih besar dari 1,0 mm kelompok ini adalah jenis
hewan benthos yang terbesar, jenis hewan yang termasuk kelompok ini adalah
mollusca, annelida, crustacea, beberapa insecta air dan larva dari diptera,
odonata dan lain sebagainya.
2. Mesobentos
Kelompok benthos yang berukuran antara 0,1-1,0 mm. Kelompok ini adalah hewan kecil yang dapat
ditemukan di pasir atau lumpur. Hewan
yang termasuk kelompok ini antara lain adalah molusca kecil, cacing kecil, dan
crustacea kecil.
3. Mikrobentos
Kelompok benthos yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm., kelompok ini
merupakan hewan benthos yang terkecil. Hewan yang termasuk kedalamnya adalah
protozoa khususnya ciliata.
Berdasarkan cara makannya makrobenthos
dapat dibedakan menjadi :
1. Filter feeder
Benthos yang mengambil makanannya dengan cara menyaring air. banyak
terdapat pada substrat berpasir.
2. Deposit feeder
Benthos yang mengambil makanannya dari dalam substrat dasar. banyak
terdapat pada substrat berlumpur.
Berdasarkan sifat fisiknya benthos dapat
dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu :
1. Fitobenthos : benthos yang bersifat
tumbuhan.
2. Zoobenthos : benthos yang bersifat
hewan
Berdasarkan daya toleransi benthos
terhadap pencemaran bahan organik dapat dibedakan menjadi :
1. Jenis intoleran
Jenis intoleran memiliki kisaran toleransi yang sempit terhadap
pencemaran dan tidak tahan terhadap tekanan lingkungan, sehingga hanya hidup
dan berkembang pada perairan yang belum atau sedikit tercemar.
2. Jenis toleran
Jenis toleran mempunyai daya toleran yang lebar sehingga dapat berkembang
mencapai kepadatan yang tinggi dalam perairan yang tercemar berat.
3. Jenis fakultatif
Jenis fakultatif dapat bertahan hidup pada lingkungan dengan toleransi
yang agak lebar, antara perairan yang belum tercemar sampai dengan tercemar
sedang dan masih dapat hidup pada perairan yang tercemar berat.
Berdasarkan derajat toleransinya benthos
dibedakan menjadi :
1. Jenis yang tahan terhadap bahan
pencemar : contoh cacing tubificid, larva nyamuk, siput terutam Masculium sp.
dan Psidium sp.
2. Jenis yang hidup di perairan lebih
jernih (bersih) : contoh siput yang senang arus, Bryozoa, serangga air dan
Crustacea.
3. Jenis yang hanya hidup di air bersih :
contoh siput Vivinatidae dan Amnicolidae, serangga (larva/nimfa) dari bangsa
Ephemeridae, Odonata, Hemiptera, dan Coleoptera.
2.3 Benthos Sebagai bioindikator
Bentos sering digunakan sebagai
indikator atau petunjuk kualitas air. Suatu perairan belum tercemar akan
menunjukan jumlah individu yang seimbang dan hamper semua spesies yang ada.
Sebaliknya suatu perairan tercemar, penyebaran jumlah individu tidak merata dan
cenderung ada spesies yang mendominasi (Patrick, 1949 dalam Odum, 1994).
Makrozoobentos sering dipakai untuk menduga kesetimbangan lingkungan
fisik, kimia dan biologi perairan. Perairan yang tercemar akan mempengaruhi
kelangsungan hidup organism makrozoobentos karena makrozoobentos merupakan
biota air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan
pencemar kimia maupun fisik (Odum, 1994). Hal ini disebabkan makrozoobentos
pada umumnya tidak dapat bergerak dengan cepat dan habitatnya di dasar yang
umumnya adalah tempat bahan tercemar.
Makrozoobenthos umumnya sangat peka
terhadap perubahan kualitas suatu perairan yang ditempatinya, itulah sebabnya
mengapa makrozoobenthos sering digunakan sebagai inidkator biologis di suatu
perairan karena cara hidupnya, ukuran tubuh dan perbedaan kisaran toleransi
diantara spesies di suatu perairan. alasan lain penggunan makrozoobenthos
sebagai indikator biologis menurut Wilhm (1978) dan Oey et.al, (1980) dalam Wargadinata
(1995) adalah sebagai berikut :
- Mobilitas terbatas sehingga mempermudah pengambilan sampel
- Ukuran tubuh relatif besar sehingga mempermudah indentifikasi
- Hidup di dasar perairan, relatif diam sehingga secara terus menerus terdedah (exposed) oleh air sekitarnya
- Pendedahan yang terus menerus mengakibatkan makrozoobenthos dipengaruhi oleh keadaan lingkungan
- Perubahan mempengaruhi keanekaragaman makrozoobenthos
Keragaman
jenis disebut juga keheterogenan jenis, merupakan ciri yang unik untuk
menggambarkan struktur komunitas di dalam organisasi kehidupan. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keragaman
jenis tinggi, jika kelimpahan masing-masing jenis tinggi dan sebaliknya
keragaman jenis rendah jika hanya ter-dapat beberapa jenis yang melimpah.
Indeks
keragaman jenis (H’) menggambarkan keadaan populasi organisme secara matematis,
untuk mempermudah dalam menganalisa informasi-informasi jumlah individu
masing-masing jenis dalam suatu komunitas.
Diantara Indeks ke-ragaman jenis ini adalah Indeks keragaman Shannon –
Wiener.
2.4 Parameter- Parameter yang Mempengaruhi Keberadaan Benthos
Dalam ekologi, sifat fisik dan kimia suatu perairan sangatlah penting.
Oleh karena itu selain melakukan
pengamatan selain faktor biotik seperti makrozoobentos, perlu juga
dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik perairan. Dengan mempelajari hubungan
timbal balik antara organisme dengan faktor-faktor abiotiknya, maka akan
diperoleh gambaran tentang kualitas suatu perairan.
2.4.1 Parameter Fisika
1.
Suhu
Suhu mempunyai pengaruh yang besar
terhadap kelarutan oksigen di dalam air, apabila suhu air naik maka kelarutan
oksigen di dalam air menurun. Bersamaan dengan peningkatan suhu juga akan
meningkatkan peningkatan aktifitas metabolisme akuatik, sehingga kebutuhan akan
oksigen juga meningkat. Meningkatnya laju respirasi akan menyebabkan konsumsi
oksigen meningkat, sementara di sisi lain dengan naiknya suhu akan menyebabkan
kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang. Menurut Suriawiria (1996)
kenaikan suhu pada perairan dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut. Suhu
merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan hewan benthos. Batas toleransi hewan
terhadap suhu tergantung spesies. Umumnya suhu 30ºC dapat menekan pertumbuhan
populasi hewan benthos.
2.
Kecepatan
Arus
Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, karena
perbedaan dalam densitas air laut atau disebabkan oleh gerakan gelombang.
Apabila pada dasar perairan dangkal dan terdapat arus yang tinggi, hewan yang mampu hidup adalah organisme periphitik atau
benthos.
Pergerakan air yang ditimbulkan oleh
gelombang dan arus juga memiliki pengaruh yang penting terhadap benthos; mempengaruhi lingkungan sekitar seperti
ukuran sedimen, kekeruhan dan banyaknya fraksi debu juga stress fisik yang
dialami organisme-organisme dasar.
3.
Turbiditas
(kekeruhan)
Kekeruhan atau turbiditas
menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang
diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Turbiditas
dalam air disebabkan oleh zat anorganik yang terlarut dalam air seperti tanah
liat, lumpur, pasir halus, partikel karbonat yang berguna bagi plankton dan
organisme kecil lainnya. Selain itu, turbiditas juga dipengaruhi oleh dinamika
seperti arus. Untuk mengukur turbiditas dapat menggunakan alat Turbidity
Meter.
2.4.2 Parameter Kimia
1.
Disolved Oxygen (DO)
DO (Disolved Oxygen) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu
perairan. Kehidupan di air dapat
bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5mg / L air.
Oksigen terlarut di dalam air
dihasilkan dari proses fotosintesis tumbuhan air dan dari udara yang masuk
melalui proses difusi yang secara lambat menembus permukaan air. Kelarutan
oksigen di dalam air bergantung kepada keadaan suhu, pergolakan di permukaan
air, luasnya daerah permukaan air yang terbuka bagi atmosfer, tekanan atmosfer,
dan persentase oksigen di udara sekelilingnya.
Limbah-limbah yang dibuang melalui
aliran sungai-sungai dalam proses degradasinya akan menurunkan kadar oksigen
terlarut di perairan ini sehingga menyebabkan terganggunya suatu ekosistem
perairan yang dapat diketahui dari tingkat kesuburannya yang semakin rendah. Kadar
oksigen terlarut semakin menurun seiring dengan semakin meningkatnya limbah
organik di perairan tersebut. Hal ini
disebabkan oksigen yang ada dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat
organik menjadi zat organik.
2.
Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Biochemical
Oxygen Demand atau kebutuhan
oksigen biologis adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik
di dalam air lingkungan untuk memecah (mendegradasi) bahan buangan organik yang
ada di dalam air lingkungan tersebut. Pembuangan bahan organik melalui proses
oksidasi oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan adalah proses alamiah yang
mudah terjadi apabila air lingkungan mengandung oksigen yang cukup.
3.
Chemycal Oxygen Demand (COD)
Chemycal
Oxygen Demand merupakan
jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi kimia yang dinyatakan
dalam mg/O2/l. Dengan
mengukur nilai COD akan diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total senyawa organic baik yang mudah
diuraikan secara biologis maupun terhadap yang sukar atau tidak bisa diuraikan
secara. Chemycal Oxygen Demand erat
kaitannya dengan BOD. Banyak zat organic yang tidak mengalami penguraian
biologi secara cepat berdasarkan pengujian BOD tetapi senyawa-senyawa organic
itu tetap menurunkan kualitas air, karena itu perlu diketahui konsentrasi
organic dalam limbah dan setelah masuk dalam perairan.
4.
Derajat
Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) merupakan
ukuran dalam kandungan ion Hidrogen yang menunjukkan suatu perairan asam atau
basa. Air akan bersifat asam atau basa
tergantung besar kecilnya pH. Bila pH
dibawah 7, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di
atas 7 bersifat basa. Derajat keasaman
(pH) perairan mempengaruhi daya tahan organisme, dimana pH yang rendah akan
menyebabkan penyerapan oksigen oleh organisme akan terganggu.
Air limbah dan bahan buangan
industri akan mengubah pH air yang akhirnya akan mengganggu kehidupan biota
akuatik. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan
menyukai pH antara 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi
perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir pada pH yang rendah.
5.
Kandungan
Nitrat
Keberadaan senyawa nitrogen dalam
perairan dengan kadar berlebihan dapat menimbulkan permasalahan pencemaran.
Kandungan nitrogen yang tinggi di suatu perairan dapat disebabkan oleh limbah yang
berasal dari limbah domestik, pertanian, peternakan, dan industri. Hal ini
berpengaruh terhadap kelimpahan fitoplankton sebagai makanan makrozoobentos.
Produk dari penguraian zat nutrisi
lemak terutama protein yang berupa ammonium (NH4+) atau
amoniak (NH3) dapat menimbulkan masalah. Nitrat merupakan zat
nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang,
sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organism air.
Keberadaan nitrat dalam perairan sangat dipengaruhi oleh buangan yang dapat
berasal dari industri, bahan peledak, pirotehnik dan pemupukan. Secara alamiah
kadar nitrat biasanya rendah namun kadar nitrat dapat menjadi tinggi sekali
dalam air tanah di daerah yang diberi pupuk nitrat/nitrogen. Proses oksidasi
ammonium menjadi nitrit dilakukan oleh jenis-jenis bakteri seperti Nitrosomonas. Selanjutnya nitrit oleh
aktivitas bakteri dari kelompok Nitrobacter
akan dioksidasi lebih lanjut menjadi nitrat.
6.
Kandungan
Fosfat
Di perairan, unsur fosfor tidak
ditemukan dalam bentuk bebas, melainkan dalam bentuk senyawa organik yang
terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan
senyawa organik yang berupa pertikulat.
Ortofosfat merupakan nutrisi yang esensial bagi pertumbuhan organisme
perairan. Kadar fosfor di perairan alami
berkisar 0,02 mg/l. Kadar fosfor yang
diperkenankan dalam air minimum adalah 0,2 mg/l dalam bentuk fosfat (PO4). Fosfat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
optimum alga berkisar antara 0,09 – 1,8 mg/l.
7.
Amonia
(NH3)
Amonia (NH3) dan garam-garam
bersifat mudah larut dalam air dan ion amonium merupakan bentuk transisi dari
amonia. Sumber amonia di perairan berasal dari pemecahan nitrogen organik
(protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air,
yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang
telah lama mati) oleh mikroba dan jamur, proses ini dikenal dengan istilah
aminofikasi.
Amonia yang terukur diperairan
merupakan amonia total (NH3 dan NH4).
Amonia bebas tidak dapat terionisasi, sedangkan amonium (NH4) dapat
terionisasi. Amonia bebas yang tidak
terionisasi bersifat toksik terhadap organisme akuatik, dan toksisitas amonia
terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen
terlarut, pH dan suhu. Kadar amonia pada
perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter. Kadar amonia bebas yang tidak terionisasi
pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,02 mg/liter.
8.
Substrat
Dasar
Susunan substrat dasar penting bagi
organism yang hidup di zona dasar seperti bentos, baik pada air diam maupun
pada air mengalir Karena jenis bentos sangat dipengaruhi oleh jenis substrat alami
dan pergerakan air. Bahan organic utama yang terdapat di dalam air adalah asam
amino, protein, karbohidrat dan lemak. Komponen lain seperti asam organic, hidrokarbon, vitamin dan hormone juga
ditemukan di perairan tetapi hanya 10% dari material organik tersebut yang
mengendap sebagai substrat ke dasar perairan.
Substrat batu menyediakan tempat
bagi spesies yang melekat sepanjang hidupnya, juga digunakan oleh hewan yang
bergerak sebagai tempat perlindungan dari predator. Substrat dasar yang halus
seperti lumpur, pasir dan tanah liat menjadi tempat makanan dan perlindungan
bagi organisme yang hidup di dasar perairan Substrat dasar yang berupa
batu-batu pipih dan batu kerikil merupakan lingkungan hidup yang baik bagi
makrozoobentos sehingga bisa mempunyai kepadatan dan keanekaragaman yang besar.
Dasar perairan yang berupa pasir dan sedimen halus merupakan lingkungan hidup
yang kurang baik untuk bentos.
2.5 Alat untuk Mengambil Benthos
Pengambilan contoh bentos di dalam badan perairan dapat dilakukan
dengan berbagai macam alat, antara lain Eikman Grab, Peterson Grab, Jala
Surber, dan bingkai kuadrat. Berikut ini adalah contoh alat yang digunakan
dalam pengambilan benthos.
1. Ekman Grab
1. Ekman Grab
Alat ini dibuat dari baja yang beratnya kurang lebih 3,2 kg dan
mempunyai macam-macam ukuran, yaitu 15 cm x 15 cm, 23 cm x 23 cm, dan 30 cm x
30 cm. Alat ini digunakan untuk pengambilan contoh perairan yang mempunyai
dasar yang terdiri dari lumpur, pasir, dan sungai yang arusnya kecil.
2. Petersen Grab
Alat ini dibuat dari
baja dan biasanya dipergunakan pada perairan yang mempunyai dasar yang keras,
misalnya jika dasae perairan yang terdiri dari lempung, batu, dan pasir (laut).
Luas alat ini 0,06 x 0,009 m2 dengan berat yang bervariasi
antara 13,7 – 31,8 kg.
3. Saringan
Saringan bertingkat dengan mesh-size
2.00, 1.00 dan 0.50 mm
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum
Praktikum dilakukan di Lab Fisiologi Hewan Air, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Padjadjaran, yang dilaksanakan pada hari Selasa 9 Oktober 2012
pukul 12.30 WIB.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat- alat yang Digunakan
a. Eckman Grab berfungsi untuk
mengambil sampel lumpur dalam kolam.
b.
Saringan
bertingkat berfungsi untuk menyaring atau memisahkan lumpur.
c.
Timbangan berfungsi untuk mengukur berat bobot
organisme.
d.
Kaca
pembesar berfungsi dalam pengidentifikasian benthos.
e.
Penjepit berfungsi untuk untuk mengambil
benthos.
3.2.2 Bahan- bahan yang Digunakan
a.
Lumpur
hasil sampling
b.
Air untuk membersihkan lumpur.
3.3 Prosedur Kerja
a. Mencuci sampel lumpur yang telah diambil dengan alat Ekman Grab
dengan air mengalir di dalam saringan hingga bersih.
b. Setelah bersih, mengidentifikasi organisme benthos dengan
menggunakan kaca pembesar
c. Setelah itu, menghitung jumlahnya masing – masing (untuk sejenis),
dan menghitung totalnya.
d. Kemudian, mengitung jumlahnya untuk mengetahui biomassanya
3.4 Analisis Data
Proses
pengambilan data benthos dimulai dari pembersihan sampel yang telah diambil
dari tempat yang ditentukan. Sampel berupa lumpur yang diambil dari dasar
perairan. Sampel dibersihkan dengan menggunakan air. Sebelumnya sampel
diletakkan di sebuah saringan agar saat dibersihkan, organisme benthos tersaring
dan tetap berada disaringan tersebut. Sampel dibersihkan hingga benthos yang
berada pada sampel terlihat.
Setelah
proses pembersihan kemudian dilakukan proses identifikasi benthos, proses
identifikasi bethos dibantu dengan menggunakan kaca pembesar. Setelah menemukan
nama spesies yang diidentifikasi kemudian dihitung berapa jumlah organisme
benthos yang ditemukan. Setelah dihitung berapa jumlah benthos yang ditemukan
langkah selanjutnya adalah pengukuran biomass dari benthos yang ditemukan.
Pengukuran biomass dilakukan dengan menggunakan timbangan digital. Setelah
spesies da biomass benthos diketahui lalu data tersebut dicatat di kertas
selembar untuk kebutuhan pembuatan laporan.
3.4.1 Perhitungan Enumerasi Benthos
Proses perhitungan enumerasi benthos dilakukan
setelah proses pembersihan sampel. Enumerasi dilakukan setelah proses
identifikasi organisme benthos. Setelah nama spesies dari benthos diketahui
barulah proses enumerasi dapat dilakukan.
3.4.2 Perhitungan Biomass Benthos
Proses perhitungan biomassa adalah
proses terakhir dalam praktikum ini. Seluruh organisme benthos yang didapatkan
kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Dari hasil
praktikum yang dilakukan terdapat sejumlah organisme
benthos yang teridentifikasi oleh kelompok 12. Benthos
- benthos
tersebut disajikan dalam table berikut.
4.1.1 Data Hasil Enumerasi
Benthos
No
|
Spesies
|
Jumlah
|
|
1
|
Pleurocera
acuta
|
21
|
|
2
|
Pleurocera
sp
|
7
|
|
3
|
Ligumia
sp
|
1
|
Tabel Data hasil enumerasi
kelas
KEL
|
Spesies
|
Jumlah
|
1
|
Anadonta
sp
Lymnea
sp
Goniobasis
livescens
Pleurocerca
sp
|
1
3
2
3
|
2
|
Pleurocera
sp
Pleurocera
acuta
Anadara
sp
Tryonia
clathrata
|
9
3
2
1
|
3
|
Anadonta
ligumia
Pleurocera
acuta
Goniobasis
livescens
Lymnea
stagnalis
|
2
7
1
1
|
4
|
Anadonta
sp
Anadara
sp
Goniobasis
livescens
Pleurocera
acuta
|
1
1
4
4
|
5
|
Anadara sp Pomatioptis lapidaria Pleurocera acuta Goniobasis
livescens Goniobasis sp
|
1
1
1
2
6
|
6
|
Anadonta sp Pleurocera acuta Lymnea stagnalis
|
1
3
1
|
7
|
Goniobasis
livescens Pleurocera acuta Cumberladia monodonia
|
1
23
38
|
8
|
Goniobasis
livescens Elliptio complanata Littoridina
crosseana Lygumia
Hydrobia meridium
|
7
2
3
2
3
|
9
|
Pleurocera
sp
Pleurocera
acuta
Pleurocera
sayii
Lygumia
Hydrobia
meridium
|
10
4
1
2
5
|
10
|
Anadonta sp Lymnea stagnalis
Pleurocerca sp Annelida
sp
|
1 6 15
1
|
11
|
Elliptio complanata Goniobasis livescens
Pleuroceera sp Tryonia clathrata Pleurocera
acuta
|
1
1
3
2
2
|
12
|
Pleurocera
acuta
Pleurocera
sp
Ligumia
sp
|
21
7
1
|
13
|
Anadara sp Pleurocera acuta Goniobasis livescens
|
1
8
3
|
14
|
Anadonta Pleurocera sp Pleurocera acuta Pomatiopsis lapidaria
|
2
22 9 1
|
15
|
Pleurocera
acuta
Pleurocera
sp
Goniobasis
livescens
Pomatioptis
lapidaria
Anadonta
sp
|
1
4
3
10
1
|
16
|
Lygumia sp Pleuroceraacuta Pleurocera sp
Asaphis detlorata
|
1
13
7
1
|
4.1.2 Data Hasil Biomassa Bentos
No
|
Spesies
|
Berat
biomassa (gram)
|
|
1
|
Pleurocera
acuta
|
5,81
|
|
2
|
Pleurocera sp
|
0,58
|
|
3
|
Ligumia sp
|
44,61
|
|
Total
berat biomassa
|
51
gram
|
Tabel data hasil biomassa bentos kelas
KEL
|
Spesies
|
Berat
total/ massa
|
1
|
Anadonta
sp
Lymnea
sp
Goniobasis
livescens
Pleurocerca
sp
|
17,65
0,59
0,78
0,55
|
2
|
Pleurocera
sp
Pleurocera
acuta
Anadara
sp
Tryonia
clathrata
|
0,83
0,31
30,61
0,20
|
3
|
Anadonta
ligumia
Pleurocera
acuta
Goniobasis
livescens
Lymnea
stagnalis
|
17,25
0,51
0,07
0,13
|
4
|
Anadonta
sp
Anadara
sp
Goniobasis
livescens
Pleurocera
acuta
|
106,02
14,70
0,28
0,33
|
5
|
Anadara sp Pomatioptis lapidaria Pleurocera acuta Goniobasis
livescens Goniobasis sp
|
11,11
0,10
0,44
0,40
1,85
|
6
|
Anadonta sp Pleurocera acuta Lymnea stagnalis
|
10,12
0,41
0,11
|
7
|
Goniobasis
livescens Pleurocera acuta Cumberladia monodonia
|
39,46
6,99
1,25
|
8
|
Goniobasis
livescens Elliptio complanata Littoridina
crosseana Lygumia sp Hydrobia meridium
|
0,56
6,55
0,21
0,28
15,54
|
9
|
Pleurocera
sp
Pleurocera
acuta
Pleurocera
sayii
Lygumia
sp
Hydrobia
meridium
|
7,66
1,04
0,01
0,28
26,65
|
10
|
Anadonta sp Lymnea stagnalis
Pleurocerca sp Annelida
sp
|
10,12
0,41
0,58
0,25
|
11
|
Elliptio
complanata Goniobasis livescens Pleuroceera sp Tryonia clathrata Pleurocera
acuta
|
21,04
2,82
1,3 0,08 0,44
|
12
|
Pleurocera
acuta
Pleurocera
sp
Ligumia
sp
|
5,81
0,58
44,61
|
13
|
Anadara sp Pleuroceraacuta
Goniobasis livescens
|
14,24
0,67
0,21
|
14
|
Anadonta Pleurocera sp Pleurocera acuta Pomatiopsis
lapidaria
|
24,35
6,61
0,44
0,56
|
15
|
Pleurocera
acuta
Pleurocera
sp
Goniobasis
livescens
Pomatioptis
lapidaria
Anadonta sp
|
0,41
1,22
0,08
1,62
50,3
|
16
|
Lygumia sp Pleuroceraacuta Pleurocera sp
Asaphis detlorata
|
10,57
3,91
0,18
92,8
|
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hasil Enumerasi Benthos
1. Data Kelompok
Data yang
diperoleh dari hasil praktikum yang dilakukan kelompok 12 hanya di dapat tiga
jenis bentos yaitu Pleurocera acuta jumlahnya 21, Pleurocera
sp jumlahnya 7, dan Ligumia sp jumlahnya 1. Jika dilihat dari tinjauan pustaka yang
telah dipaparkan maka perairan tempat pengambilan sample dapat dikatan tidak
bagus karena kelimpahannya didominasi oleh satu spesies saja tidak menyeluruh
dan keragaman jenis bentos yang didapat sangat sedikit yaitu hanya 3 jenis.
Sedangkan perairan yang baik, kelimpahan
dan keragaman benthosnya tinggi/banyak.
2. Data Kelas
Dari data hasil
praktikum yang dilakukan kelas Perikanan B, keragaman bentos dapat dikatakan rendah dengan
kelimpahan di dominasi spesies dari genus Pleurocera. maka daerah perairan yang
digunakan sebagai tempat pengambilan sample dapat dikatakan kurang baik.
4.2.2 Hasil Biomassa Benthos
1. Data Kelompok
Dalam
praktikum kali ini hasil biomassa yang diperoleh
oleh kelompok 12 adalah 51 gram, hasil tersebut terbilang kecil, sehingga perairan tempat mengambil sample dapat
dikatakan kurang baik karena kelimpahan bentos yang di dapat rendah. Hal ini berpengaruh terhadap kualitas suatu perairan karena bentos
merupakan salah satu indicator penunjuk kualitas air.
2. Data Kelas
Praktikum
biomassa bentos yang dilakukan Perikanan B diperoleh hasil benthos yang sangat
beragam dengan kelimpahan yang bermacam-macam, dari setiap kelompok dapat
dilihat ada yang memiliki angka kelimpahan yang tinggi ada juga yang
kelimpahannya rendah, hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan tempat
pengambilan sample yang berbeda dan ketelitian praktikan dalam melakukan
praktikum.
a. Pleurocera
acuta
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Animalia
Filum :
Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Caenogastropoda
Family
: Pleuroceridae
Genus : Pleurocera
Spesies : Pleurocera acuta
Pleurocera sp memiliki 4 garis
pertautan, memiliki tipe cangkang memanjang dengan warna kehitaman, dan
memiliki cangkang tebal pada bagian permukaan bergelombang. Bagian apeks
meruncing. Celah mulut lebar dengan tipe apeks tumpul.
b.
Pleurocera sp.
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Gastropoda
Ordo : Caenogastropoda
Family
: Pleuroceridae
Genus
: Pleurocera
Spesies : Pleurocera sp
Pleurocera sp
adalah salah satu siput atau keong air tawar yang hidup di perairan dangkal
berdasar lumpur dan ditumbuhi rerumputan air, dengan aliran air yang lamban,
seperti sawah, pinggir danau, atau pinggir sungai kecil. Bentuknya bulat hingga ke belakang, berwarna coklat kehitaman.
c.
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom :
Animalia
Filum :
Mollusca
Kelas :
Bivalvia
Ordo :
Unionoida
Family :
Unionidae
Genus :
Ligumia
Spesies :
Ligumia sp.
Ligumia sp adalah
kerang air tawar yang biasa disebut kerang pasir hitam. Habitat kerang ini
adalah sungai, danau, dan perairan lainnya yang bersubstrat lumpur atau pasir
berbatu. Ciri organisme ini adalah cangkang berwarna coklat gelap atau hitam
dan bentuk tubuh memanjang ke samping.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari Percobaan yang telah dilakukan
bahwa, Bentos merupakan organisme yang hidup di dasar laut dengan melekatkan
diri pada substrat atau membenamkan diri di dalam sedimen.. Selain itu juga
suatu ekosistem perairan memiliki jenis bentos yang bervariasi atau beragam,
keanekaragaman ini mungkin disebabkan oleh berbagai faktor seperti suhu air,
substrat, DO, PH dan nutrient. Dominasi bentos paling banyak di kolam ciparanje
adalah spesies pleurocera sp
dan goniobasis sp.
Selain itu, benthos merupakan indikator
limbah dimana populasinya akan berlimpah
pada suatu perairan yang sudah tercemar oleh limbah. Hal ini dikarenakan
benthos cukup toleran terhadap perubahan kualitas air. Perairan yang tidak
ditemukan adanya benthos bisa dikatakan perairan tersebut belum tercemar oleh
limbah.
5.2 Saran
Dalam kegiatan praktikum yang dilakukan persiapan
dalam melakukan praktikum kurang baik sehingga banyak waktu terbuang. Bahan yang digunakan diperbanyak lagi dan dijelaskan lagi berapa
kali pengambilan samplenya, supaya mempermudah dalam penarikan pembahasan
maupun kesimpulan.